PANDUAN PRAKTIKUM BIOGAS KOTORAN SAPI

A.     PENDAHULUAN
Melalui biokonversi, limbah organik seperti tinja, sampah domestik dan limbah pertanian dapat dikonversi menjadi bioenergi. Bioenergi merupakan gas kompleks yang terdiri dari Metana, karbondioksida, Asam sulfida, dan gas-gas lainnya. Biokonversi limbah organik ini melibatkan proses fermentasi. Proses biokonversi seperti ini dikenal pula sebagai proses Pencernaan Anaerob.Proses biokonversi secara alami terjadi pula di alam, yakni dalam pembentukan gas rawa atau sebagai produk samping dari pencernaan hewan, khususnya hewan-hewan pemamah biak. Gas rawa sebenarnya merupakan gas metan yang terbentuk dari bahan-bahan organik tanaman melalui proses dekomposisi tanaman oleh bakteri. Selanjutnya, gas ini dikeluarkan dari rawa dan dalam kondisi tertentu dapat terbakar secara spontan. Gas ini secara ekonomi merupakan bahan bakar penting yang dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar minyak, tetapi karena tumbuhan yang didekomposisi secara alami jumlahnya terbatas, maka perlu dicari bahan baku dan teknologi penggantinya.
Pembentukan gas pada hewan pemamah biak terjadi di dalam lambung dan berlangsung bersamaan dengan proses pencernaan makanan. Di dalam lambung, bahan-bahan berselulosa dari rumput-rumputan atau bahan lain yang menjadi makanan hewan pemamah biak dengan penambahan air diubah menjadi asam organik. Asam organik ini selanjutnya diurai secara anaerob menjadi gas metan dan karbondioksida. Diperkirakan sekitar 75 jutan ton gas metan dikeluarkan oleh hewan pemamah biak setiap tahunnya.
Proses pembuatan gas metan secara anaerob melibatkan interaksi kompleks dari sejumlah bakteri yang berbeda, protozoa maupun jamur. Beberapa bakteri yang terlibat adalah Bacteroides, Clostridium butyrinum, Escericia coli dan beberapa bakteri usus lainnya, Methanobacterium, dan Methanobacillus. Dua bakteri terakhir merupakan bakteri utama penghasil metan dan hidup secara anaerob. Proses pembuatan metan ini terbagi ke dalam tiga tahap, yaitu  :
  1. Hidrolisis secara enzimatik, bahan-bahan organik tak larut menjadi bahan-bahan organik dapat larut. Enzim utama yang terlibat adalah selulase yang menguraikan selulosa.
  2. Perubahan bahan-bahan organik dapat larut menjadi asam organik. Pembentukan asam organik ini terjadi dengan bantuan bakteri non methanogenik, protozoa  dan  jamur.
3.      Perubahan asam organik menjadi gas metan dan karbondioksida. Proses perubahan ini dapat terjadi karena adanya bantuan bakteri Metanogenik (Methanobacterium  dan Methanobacillus).

Keseluruhan reaksi perubahan bahan organik menjadi gas metan dan karbondioksida dapat dituliskan dengan persamaan reaksi sebagai berikut  :
(C6 H10 O5)n  +  n  H2O  ------® 3n  CO2  + 3n CH4
Persamaan di atas berlaku bila yang menjadi substrat adalah selulosa. Untuk substrat yang berupa senyawa organik kompleks, seperti Lignin dan tanin dan senyawa Polimer Aromatik lainnya, pembentukan gas metan tidak melalui reaksi seperti di atas. Substrat yang berupa senyawa aromatik yang lebih sederhana melalui aktifitas aerobik beberapa enzim ekstraselular yang dihasilkan oleh sejumlah mikroorganisme. Senyawa-senyawa aromatik sederhana ini umumnya Benzenoid. Selanjutnya, senyawa benzenoid ini melalui aktifitas bakteri metaorganik, seperti Methanobacterium formicum dan Methanospirilum hungati, seca anaerob diubah menjadi gas metan dan karbondioksida. Proses perubahan ini terjadi melalui tahapan reaksi seperti berikut  :
4 C6H5 COOH  +  24 H2 O     ------®   12 CH3COOH  +  4 HCOOH   +  8 H2
                                     12 CH3COOH    ------®   12 CH4  +  12 CO2
                                                4 COOH    ------®   4 CO2  +  H2
                                  3 CO2  +  12 H2      ------®   3 CH4  +  6 H2O
Secara singkat reaksi keseluruhan di atas dapat disederhanakan menjadi:
4 C6H5 COOH  +  18 H2 O     ------®   15 CH4   +  CO2

B.      ALAT DAN BAHAN
B.1   ALAT  :
1.       Drum volume 200 liter
2.    Drum volume 120 liter
3.   Sepotong pipa 10 cm yang berdiameter 2 cm
4.   Slang untuk penyalur gas
5.   Kran penyalur gas
6.   Ember
7.   Jerigen volume 5 liter
8.   Martil
9.   Pahat.
B.2   BAHAN  :
1.   Kotoran sapi, kerbau, unggas atau hewan lainnya
2.   Limbah hasil panen dan atau sampah organik lainnya
3.   Air

C.     CARA KERJA
C.1   MEMBUAT PEMBANGKIT ATAU STARTER
1.       Campurkan 2 liter kotoran sapi dan dua liter air ke dalam ember, aduk hingga merata
2.       Tambahkan ke dalam campuran tadi cacahan rumput secukupnya dan aduk kembali hingga merata
3.       Masukan campuran bahan-bahan tadi ke dalam jerigen yang bervolume 5 liter. Biarkanlah jerigen tersebut terbuka
4.       Simpanlah jerigen yang telah berisi campuran bahan-bahan tadi pada tempat yang aman dan terlindung selama 2 bulan.
5.       Selama penyimpanan, lakukanlah pengguncangan pada jerigen tersebut sebanyak 3 atau 4 kali dalam satu minggu

C.2   MENYIAPKAN LIMBAH YANG AKAN DIGUNAKAN

1.       Kumpulkan kotoran sapi atau hewan ternak lainnya
2.       Kumpulkan bahan-bahan organik yang berupa limbah pertanian, limbah pasar, limbah ternak, atau limbah-limbah organik lainnya.
3.       Bila bahan-bahan organik yang akan digunakan telah kering, hancurkan terlebih dahulu dengan cara mencacahnya hingga halus.
4.       Bila bahan-bahan organik yang akan digunakan masih basah (masih segar), lakukan pencabikan untuk memudahkan pembusukan, kemudian simpanlah ditempat terbuka selama sekitar 10 hari agar mengalami pembusukan.

C.3   MENEMPATKAN LIMBAH DALAM UNIT BIOGAS
1.       Masukan 3 ember bahan-bahan organik yang telah disiapkan di atas bersama-sama dengan 3 ember air kedalam drum yang bervolume 200 liter, kemudian aduk hingga merata.
2.       Lakukan hal yang sama hingga mencapai volume sekitar 2/3 volume drum 200 liter atau hingga setinggi volume drum 120 liter.
3.       Masukan starter yang telah disiapkan di atas ke dalam drum 200 liter yang telah diisi bahan-bahan organik, kemudian aduklah hingga merata.
4.       Masukan drum yang bervolume 120 liter dengan kran dalam keadaan terbuka. Tekanlah drum kecil tersebut hingga mencapai dasar drum besar. Usahakan tidak ada udara dalam drum kecil tersebut.
5.       Jika permukaan drum bervolume 120 liter tidak terbenam, keluarkan kembali drum tersebut dan tambahkan kembali bahan-bahan organik dan air ke dalam drum bervolume 200 liter sampai mencukupi untuk membenamkan drum bervolume 120 liter.
6.       Bila sudah diyakini bahwa drum bervolume 120 liter terbenam seluruhnya dalam campuran bahan-bahan organik yang terdapat di dalam drum bervolume 200 liter dan bagian dalam drum bervolume 120 liter tersebut telah penuh berisi bahan-bahan organik, tutuplah keran yang terdapat pada drum bervolume 120 liter tadi (lihat gambar).
7.       Biarkanlah drum-drum tadi selama 3 - 4 minggu. Selama waktu ini proses fermentasi akan berlangsung dan gas yang dihasilkan akan terjebak di dalam drum bervolume 120 liter. Gas ini akan menyebabkan drum bervolume 120 liter terdorong ke atas.
8.       Sambil menunggu proses fermentasi berlangsung, periksalah apakah ada kebocoran gas dari drum bervolume 120 liter. Bila terjadi kebocoran segera di tambal dengan cat atau aspal. Untuk mengetahui adanya kebocoran dapat dilakukan dengan cara membasahi permukaan drum bervolume 120 liter dengan air sabun. Kebocoran akan terlihat dengan adanya buih pada daerah yang bocor tersebut.
9.       Setelah diketahui drum bervolume 120 liter berisi gas, periksalah gas tersebut untuk meyakinkan bahwa gas yang terbentuk merupakan gas yang dapat digunakan untuk bahan bakar. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan membuka kran dan menyalakan api di atas pipa penyalur gas.

Catatan   :
1.       Waktu yang diperlukan untuk memproduksi gas sekitar 3 - 4 minggu, setelah itu gas akan diproduksi secar kontinyu selama 8 minggu. Selama 8 minggu ini, separuh dari total gas yang diproduksi dibentuk pada 2 - 3 minggu pertama, sisanya dibentuk pada 5 - 6 minggu terakhir.
2.       Setelah waktu 8 minggu dilalui, gas tidak akan banyak terbentuk, maka unit biogas dapat dikosongkan kembali dan isinya dapat digunakan sebagai starter untuk pembuatan biogas berikutnya.
3.       Dalam pembuatan starter kotoran sapi yang digunakan diusahakan yang masih baru (hangat).


 

  
DAFTAR PUSTAKA

Adi rahmat, 1994, Bioteknologi Bahan Bakar (Biotenologi Energi), Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Bandung.

Djumali Manguneidjaja dan Ani Suryani, 1994, Teknologi Bioproses, Penebar Swadaya, Jakarta.

Elan Suherlan, 1994, Bioteknologi Bahan Pangan, Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Bandung.

-----------------, Adi Rahmat dan Amprasto, 1995, Pembuatan Minyak Secara Fermentasi Dengan Menggunakan Jamur Ragi, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IKIP Bandung.

-----------------, Ammi Syiulasmi, BR Simangunsongm Toeti S. Pudjiharto, dan Soesy Asyiah, 1994, Peningkatan Keterampilan Penerapan Pengetahuan Biologi Dalam kehidupan Sehari-hari Bagi Guru-guru SD di Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung, Laporan Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat, Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat IKIP Bandung.

F.G. Winarno, dkk., 1980, Pengantar Teknologi Pangan, Gramedia, jakarta

Hartman, T.H., and D.E Kester, 1968, Plant Propagation, Prentice hall Inc., Englewood Cleffs, New Jersey.

Hendro Sunaryono, 1984, Pengantar Pengetahuan Dasar Hortikultura, Penerbit Sinar Baru, Bandung.

Hieronymus B. Santoso, 1995, Menjernihkan Air Dengan Biji Kelor, Nova, No. 376/VIII, hal. XXII.

Lembaga Fisika Nasional, LIPI, Brosur Pembuatan Minyak Kelapa Dengan Ragi Roti.
Olsen, H.S., 1988, Aqueous Enzymatic Extraction Of Oil From Seed, In: Food Science And Technology In Industrial Development, S. Maneepun et al (ed.), Vol I, bangkok, p.30-37.

Pusat Pendidikan dan Latihan Pertanian, badan Pendidikan, Latihan dan Penyuluhan Pertanian, 1975, Lembaran Petunjuk Latihan Teknologi Makanan, Pendidikan Guru Pertanian, PGP-Kejuruan Teknologi Makanan, Yogyakarta.

Slesser, M. and C. Lewis, 1979, Biological Energy Resources, London, E & F N. Spon Ltd., A Halsted Press Book, John Wiley & Sons, New York.

Stainier, R. Y., M. Doudorroff, and E. A. Adelberg, 1970, The Microbial World, Prentice Hal of Japan Inc., Tokyo.

Sub Balittan Pasar Minggu, 1983, mempertahankan Kesegaran Buah-buahan dan Sauran, Balai Penelitian Hortikultura Lembang, bandung


Previous
Next Post »
0 Komentar