Pelaku EKonomi : Rumah Tangga Konsumen

Rumah Tangga Konsumen

Rumah tangga konsumen atau yang dikenal dengan RTK adalah pihak yang melakukan kegiatan konsumsi atau mengurangi nilai guna suatu barang untuk memenuhi kebutuhan. Kegiatan konsumsi tersebut dapat berupa membeli barang dan jasa hasil produksi yang kemudian digunakan untuk keperluan sehari-hari, seperti memakai pakaian, makan, minum, menggunakan peralatan rumah tangga, menggunakan perlengkapan mandi dan menggunakan alat tulis. Selain itu, RTK juga menyediakan faktor produksi yang digunakan oleh pelaku ekonomi lainnya untuk menghasilkan barang dan jasa. Faktor produksi atau sumber daya ekonomi yang disediakan oleh RTK adalah tenaga kerja, sumber daya alam, modal dan kewirausahaan. Dari penyediaan faktor produksi tersebut, RTK menerima imbalan atau pendapatan, yang kemudian pendapatan itu digunakan untuk kegiatan belanja, membayar sejumlah biaya, pajak kepada pemerintah dan kewajiban lainnya serta menabung. Pendapatan yang dietrima RTK dapat berupa upah, yaitu sebagai imbalan atas penyediaan tenaga kerja, berupa sewa, sebagai imbalan atas jasa menyewakan tanah, berupa bunga, sebagai imbalan atas penyediaan modal dan dapat berupa laba atau keuntungan sebagai imbalan yang diterima RTK atas penyediaan tenaga ahli atau kewirausahaan.

Perilaku konsumen

Pada umumnya pendapatan seseorang berjumlah terbatas. Dengan jumlah pendapatan yang terbatas, seseorang seringkali memilki banyak hal yang ingin dipenuhi. Masalahnya adalah barang dan jasa pemenuh kebutuhan memiliki harga yang harus dibayar. Kondisi seperti ini mengharuskan konsumen untuk dapat memutuskan pilihan barang apa yang akan dibeli dan berapa jumlahnya. Pilihan ini menimbulkan banyak kemungkinan kombinasi yang dapat diambil. Konsumen harus mampu menentukan kombinasi terbaik guna memaksimalkan pemenuhan kebutuhan dengan penghasilan yang terbatas.
Analisis perilaku konsumen atau yang disebut dengan teori perilaku konsumen, menerangkan tentang dua hal. Pertama, alasan konsumen membeli lebih banyak barang pada harga yang lebih rendah dan mengurangi jumlah pembelian pada harga yang tinggi. Kedua, bagaimana konsumen menentukan komposisi dari barang yang akan dibelinya. Teori perilaku konsumen dibedakan menjadi dua pendekatan, yaitu pendekatan kardinal atau yang dikenal dengan pendekatan marginal utility dan pendekatan ordinal dengan menggunakan analisis kurva indiferensi.

Pendekatan Kardinal
Setiap konsumen selalu berusaha memaksimalkan kepuasan dari penggunaan suatu barang atau jasa. Pendekatan kardinal mengasumsikan bahwa tingkat kepuasan konsumen dapat diukur dengan satuan tertentu, seperti diukur dengan uang, atau angka.
Dalam pendekatan kardinal, terdapat beberapa asumsi dasar yaitu :

  • Nilai guna total (Total utility). Nilai guna total adalah jumlah seluruh kepuasan yang diperoleh dari mengkonsumsi sejumlah barang tertentu.
  • Nilai guna marjinal (Marginal utility). Nilai guna marjinal adalah perubahan kepuasan sebagai akibat dari pertambahan penggunaan satu unit barang tertentu.

Berkaitan dengan perilaku konsumen, seorang ahli ekonomi dari Jerman, Hermann Heinrich Gossen melakukan penelitian mengenai nilai guna total dan nilai guna marjinal. Hasil penelitian tersebut dituangkan dalam hukum Gossen, yaitu hukum Gossen I dan hukum Gossen II.

Hukum Gossen I
Hukum Gossen I menyatakan bahwa “Jika pemenuhan kebutuhan dilakukan secara terus menerus, kepuasannya mula-mula meningkat, namun semakin lama kepuasannya akan menurun sampai mencapai titik jenuh (nol).
Untuk lebih memahami bunyi dari hukum Gossen I, perhatikan contoh berikut ini!
Hukum Gossen

Setelah berolah raga, Zio merasa haus dan meminum segelas air. Setelah menghabiskan segelas air pertama kepuasan yang diperoleh Zio tinggi dan semakin tinggi setelah ia menghabiskan segelas air yang kedua. Namun kepuasaan itu tidak terus meningkat karena setelah meminum segelas air yang ketiga kenikmatannya mulai berkurang dan terus berkurang jika ia meminum segelas air berikutnya.
Perhatikan tabel di bawah ini :

Tabel kepuasan yang semakin berkurang
No
Konsumsi air
Total nilai guna
(total utility)
Nilai guna marjinal
 (marginal utility)
1
Gelas I
10
0
2
Gelas II
16
6
3
Gelas III
11
-5

Pada tabel di atas menunjukkan bahwa tambahan nilai guna akan menjadi semakin menurun apabila konsumsi terus-menerus ditambah (the law of diminishing return). Dari contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa pada hukum Gossen I terdapat indikasi jika kebutuhan dipenuhi secara terus-menerus maka akan terjadi berkurangnya kenikmatan, sehingga hukum Gossen I sering disebut juga hukum berkurangnya kepuasan.
Peraga TU dan MU menurut hukum Gossen I berdasarkan tabel di atas

Pada hukum Gossen I, terdapat beberapa ketentuan yaitu sebagai berikut :

  • Hukum Gossen I tidak berlaku bagi konsumen yang mengonsumsi barang-barang yang memabukkan.
  • Hukum Gossen I hanya berlaku jika konsumsi dilakukan secara terus-menerus.
  • Hukum Gossen I tidak berlaku bagi orang-orang yang memuaskan kebutuhan rohani, seperti beribadah dan kebutuhan akan pendidikan.

Hukum Gossen II
Dalam memenuhi kebutuhannya, manusia tidak hanya mengonsumsi satu jenis barang, melainkan berbagai jenis barang. Karena pendapatan yang jumlahnya terbatas, maka pemenuhan kebutuhan akan didasarkan pada tingkat kepentingan dan mempertimbangkan mendesak-tidaknya kebutuhan tersebut. Menyikapi hal tersebut kita harus bersikap rasional. Kebutuhan tersier dipenuhi jika kebutuhan sekunder sudah terpenuhi dan kebutuhan sekunder terpenuhi setelah kebutuhan primer terpenuhi.
Hermann Heinrich Gossen melalui hukum Gossen II menyatakan bahwa “konsumen akan memenuhi kebutuhannya yang beraneka ragam, sampai nilai guna marjinal dari setiap barang dan jasa yang dikonsumsi bernilai sama.”
Dengan kemampuan yang terbatas dan kebutuhan yang beragam manusia akan berusaha memaksimalkan kepuasan. Melalui pendekatan kardinal, kepuasan maksimum yang diperoleh  konsumen secara sistematis ditunjukkan dengan persamaan :

MUa/Pa=MUb/Pb=  MUc/Pc

Keterangan :
MU = Nilai guna marjinal
P = Harga barang
a, b, c,... = Jenis barang
Jika konsumen mengonsumsi dua jenis barang dengan harga yang berbeda, maka persamaan kepuasan maksimumnya adalah :
MUa/Pa=MUb/Pb

Contoh :
Felisha mempunyai uang Rp 1.500.000,00. Dengan uang tersebut ia ingin membeli sepatu dan tas. Harga satu tas Rp 240.000,00 dan harga sepasang sepatu Rp  390.000.
Perhatikan tabel berikut!
Tabel: Ilustrasi pendekatan kardinal
Jumlah tas
TU tas
MU tas
Jumlah sepatu
TU sepatu
MU sepatu
0
0
0
0
0
0
1
60
60
1
65
65 (a)
2
100
40 (a)
2
117
52 (b)
3
132
32 (b)
3
156
39 (c)
4
156
24 (c)
4
176
20
5
166
10
5
186
10
Berdasarkan tabel di atas, berapakah jumlah tas dan sepatu yang dapat dibeli oleh Felisha agar mendapat kepuasan yang maksimum (ketika uang yang dimiliki habis terpakai)?

Pembahasan :
Kepuasan maksimum dapat terjadi jika :
MUa/Pa=MUb/Pb
Berdasarkan tabel 3.2, yang memenuhi persamaan di atas adalah kombinasi a, kombinasi b dan kombinasi c.
Kombinasi a :
40/240.000=65/390.000
1/6.000=1/6.000
Jika Felisha memilih kombinasi a, felisah akan mendapatkan 2 tas dan 1 sepatu, dengan total biaya sebesar 2 (Rp 240.000) + 1 (Rp 390.000) = Rp 870.000,00 (uang tersisa Rp 630.000,00).
Kombinasi b :
32/240.000=52/390.000
1/6.000=1/6.000
Jika Felisha memilih kombinasi b, felisah akan mendapatkan 3 tas dan 2 sepatu, dengan total biaya sebesar 3 (Rp 240.000) + 2 (Rp 390.000) = Rp 1.500.000,00 (sisa uang RP 0).
Kombinasi c :
24/240.000=39/390.000
1/10.000=1/10.000
Jika Felisha memilih kombinasi c, felisah akan mendapatkan 4 tas dan 3 sepatu, dengan total biaya sebesar 4 (Rp 240.000) + 3 (Rp 390.000) = Rp 2.130.000,00 (kekurangan uang sebesar Rp 630.000,00).
Dari ketiga harga kombinasi yang dapat dipilih oleh Felisha, kombinasi b yang memberikan kepuasan maksimal.

Pendekatan Ordinal
Sebelumnya dalam pendekatan kardinal, konsumen mengukur kepuasan terhadap barang dan jasa dengan satuan nilai tertentu, dan penentuan nilai itu bersifat subjektif. Sedangkan melalui pendekatan ordinal konsumen membuat peringkat atau urutan kombinasi barang-barang yang paling disukai untuk kemudian dikonsumsi. Pendekatan ordinal dilakukan dengan menggunakan analisis kurva indiferensi.
Kurva indiferensi adalah kurva yang menunjukkan berbagai kombinasi penggunaan barang yang memberikan kepuasan yang sama. Penggunaan kurva indiferensi, didasarkan pada asumsi berikut :

  • Konsumen memiliki pola indiferensi atau kesukaan akan barang-barang konsumsi.
  • Konsumen mempunyai penghasilan tertentu.
  • Konsumen berusaha mencapai kepuasan maksimum.

Perhatikan kurva berikut!
Peraga Kurva indiferensi

Kurva indiferensi di atas menunjukkan bahwa membeli 20 kemeja dan 4 pensil (kombinasi A) kepuasannya sama dengan ketika membeli 10 kemeja dan 8 pensil (kombinasi B). Jadi kepuasan yang ditunjukkan oleh garis ABCDE bernilai sama, atau kepuasan dari kombinasi A = kombinasi = B =  kombinasi C = kombinasi D = kombinasi E.
Kurva indiferensi memiliki slope (kemiringan) yang negatif, atau hubungan dari kedua jenis barang yang akan dikonsumsi bernilai negatif. Artinya, agar kepuasan yang dihasilkan sama maka penambahan suatu barang harus diikuti dengan pengurangan barang lainnya.
Peraga  pergeseran kurva indiferensi

Pada kurva indiferensi, semakin menjauhi titik nol, menunjukkan tingkat kepuasan yang semakin tinggi. Tingkat kepuasan U3 lebih tinggi dari tingkat kepuasan U2, dan tingkat kepuasan U2 lebih tinggi dari U1.
Kurva indiferensi memiliki kararkteristik sebagai berikut :

  • Kurva indiferensi cembung terhadap titik nol
  • Sepanjang garis cembung menunjukkan tingkat kepuasan yang sama
  • Semakin jauh dari titik nol tingkat kepuasan semakin tinggi
  • Memiliki slope yang negatif
  • Kurva indiferensi tidak berpotongan


Previous
Next Post »
0 Komentar